Tuesday 31 January 2017

Dilema Millennials Saat Membeli Rumah

Photo from here


The generation of renters they said. Millennial under 35 years old.
Kira-kira 4 tahun lalu saya pernah diramal sama seorang tarot readers. Dia lagi diwawancara untuk dibikinkan profil di media tempat saya bekerja dulu. Teman-teman pun mengantre minta diramal tarot dan saya pikir, okelah ikutan. Lucu-lucuan aja. Yang ternyata akhirnya malah jadi enggak lucu.
Ada beberapa “terawangan” dia yang bikin saya meringis, salah satunya: “Seumur hidup, kamu akan mengontrak dan enggak punya rumah.”
Bam!
Sejak itu, frasa “punya rumah” jadi menakutkan. Padahal sebelumnya, saya yang masih polos dan enggak paham seputar harga rumah maupun tanah ini mikir bahwa orang itu pasti akan punya rumah. Apalagi saking naifnya, dulu sempet sesumbar pengen punya rumah di Jalan Kerinci *lempar batu bata* dan langsung babak belur dikatain orang sekantor. Hahaha. Fresh grad, masih coro, mimpinya ketinggian.
Beberapa tahun kemudian, saya bersugesti positif: Pasti dia nerawang berdasarkan generasi doang, deh. Nebak-nebak aja, karena sejak 2 tahunan lalu, emang santer istilah bahwa Millennials adalah generasi sewa atau kontrak. Konsep kepemilikan itu udah enggak relevan katanya buat mereka.

Saturday 28 January 2017

Menikah, Bikin Resepsi atau Akad Aja?

photo from here

Beberapa tahun belakangan memang lagi rame banget perkara modal menikah. Antara modal uang, modal gengsi, atau modal keberanian mental. Dibarengin banyaknya menikah dengan resepsi yang undang sedikit orang biar lebih hangat dan intimate atau memilih untuk menyelenggarakan akad tanpa resepsi nikah.

Enggak ada yang salah, semua kan tergantung keadaan masing-masing nggak sih? Yang menarik, beberapa hari ke belakang saya sempat dapet email dari pembaca blog ini *hiks, terharu ada yang baca. Btw kalian salah satu alasan aku akhirnya buka dan mulai nulis lagi di sini hihi* tentang keinginan dia nikah sederhana dengan jumlah undangan minimal, tapi enggak dibolehin orangtua. Orangtua pengennya pernikahan pada umumnya, di gedung dan mengundang banyak orang. Dia juga bilang tentang masalah gengsi orangtua yang ingin bikin resepsi gede-gedean.

Sunday 22 January 2017

Behind The Name



Big Brave Thing.
Tiga kata itu memang yang pertama ada di kepala saya ketika membayangkan tentang pernikahan, beberapa tahun lalu. 
Marriage leads to one and another new big responsibility dan dibutuhkan keberanian besar (bagi saya) untuk memulai fase itu. Bahkan, tadinya tiga kalimat itu mau dijadiin tulisan di dalam cincin kawin saya segala. Untuk pengingat bahwa hal besar ini sudah saya ambil dan pikirkan dengan matang. Tapi kok kesannya jadi terlalu bitter ya. Hahaha.
As a woman with commitment issue, jelas aja menikah dan kehidupan setelahnya adalah sebuah keputusan besar buat saya. Dan jujur, menakutkan di awal.